Secara umum, kebutuhan hidup dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu kebutuhan
bulanan dan kebutuhan mingguan. Dana
untuk kebutuhan bulanan seperti membayar cicilan mobil, tagihan listrik, pulsa
internet, telepon, air, uang sekolah anak, reparasi kendaraan, asuransi, harus
segera dialokasikan sebelum terlanjur dihabiskan. Sementara kebutuhan mingguan
biasanya berkaitan dengan dana tidak terduga seperti anak sakit, kendaraan
rusak, dan sebagainya.
Mengapa belanja dan kebutuhan harus dipisahkan?
Karena belanja tidak selalu berupa kebutuhan dan kebutuhan pun tidak selalu
bisa dibeli. Contoh: kita tidak berbelanja obat per bulan atau per minggu, tapi
ketika kita sakit maka kita butuh membeli obat. Dan ini harus dianggarkan
sebagai biaya tidak terduga. Jika tidak, obat tidak bisa dibeli.
Cara paling sederhana dalam mengalokasikan
belanja mingguan dan bulanan adalah dengan memasukkan dana ke dalam amplop yang
sudah ditulis pos pengeluarannya, seperti pos bensin, pos pulsa, pos alat
kebersihan, pos sembako, dan sebagainya. Secara psikologis sangat berpengaruh
terhadap ‘nafsu’ belanja seseorang. Jika anggaran hanya ditulis di atas kertas
saja, maka orang cenderung menganggap dirinya kaya karena uang di ATM masih
(terlihat) banyak, padahal sebenarnya tidak sebesar yang tertera di mesin.
Namun kalau seluruh dana sudah ‘dikuras’ dari ATM, lalu dimasukkan ke dalam
amplop dan disimpan di tempat yang aman dalam rumah, maka kecenderungan untuk
berbelanja yang tidak penting juga berkurang. Mirip seperti ketika kita
memegang uang 100 ribu dalam kondisi perut kenyang, ketika melihat makanan-makanan
ringan yang dijajakan sepanjang jalan, maka kecenderungan untuk membeli lebih
tinggi ketimbang tidak pegang uang sama sekali. Bahkan kalau kondisi lapar pun
dan tidak ada uang masih bisa tahan.
0 Comments:
Post a Comment