Facebook

Thursday, November 17, 2016

MANCING GURAME KOK DI KOLAM LELE??


Sahabat, pengalaman saya dalam sesi training class ataupun sesi 1 on 1 coaching program, ada kasus yang acapkali muncul dari peserta atau klien. Umumnya peserta atau klien mengajukan beberapa pertanyaan yang hampir sama.

Sebut saja namanya pak Sugih, seorang peserta training yang pernah saya adakan di sebuah hotel di Jakarta. Beliau bertanya, "Bu, saya sudah melakukan promosi dengan segala cara, tapi tetap aja dagangan saya kurang laku. Omzet tidak sesuai dengan yang saya harapkan. Bukannya untung, malah buntung, keluar biaya terus buat modal."

Lalu saya pun bertanya kembali kepada pak Sugih, "Apa saja yang sudah bapak lakukan untuk mempromosikan produk bapak?" Dan dijawab kembali oleh beliau, "Wah, udah semua deh bu, mulai dari sebar brosur, aktif di sosmed, ikutan bazar sana sini, jadi produk sponsor, bahkan sudah pernah juga saya diwawancara di radio, lho, bu. Tapi ya....itulah bu, saya bukannya dapat pelanggan yang sesuai harapan, malah dapat pelanggan yang minta diskon terus, sampai2 saya jual dagangan tanpa untung. Habis mau gimana lagi, daripada tidak laku, mending jual pas2an deh. "

Sahabat pebisnis, pernahkah mengalami hal seperti pak Sugih diatas? Sudah melakukan promosi dengan segala cara, namun hasilnya masih belum kelihatan. Alhasil omzet tidak naik, malah harus terus memodali bisnis untuk promosi. Alih-alih mendapatkan keuntungan, malah nombok terus karena menjual produk dengan untung tak seberapa. Nah, jika memang ini yang terjadi, maka saatnyalah untuk mereview strategi marketing yang sudah anda dilakukan.

Sahabat pebisnis, pernahkah anda membayangkan bahwa mendapatkan konsumen atau pelanggan itu adalah ibarat kita menjala atau memancing ikan. Ya, memancing ikan! Masak sih?! Untuk lebih jelasnya, yuk kita bahas.

Saat kita memancing ikan, step awal yang kita pikirkan adalah, IKAN APA YANG KITA INGINKAN? Ikan mas kah? Gurame kah? Lele kah? Atau patin kah?

Anggaplah kita ingin memancing ikan gurame. Saat kita menginginkan ikan gurame, apa strategi yang tepat untuk mendapatkannya? Yup. Tentu saja, strategi yang tepat adalah MENCARI KOLAM gurame terlebih dahulu. Ya, dengan kita memancing di kolam gurame, kemungkinan kita mendapatkan ikan tersebut pasti akan lebih besar.

Coba bayangkan jika kita ingin ikan gurame, tapi memancing di kolam lele. Anda sudah menjala atau memancing berjam2, berulang2, dan apa yang anda dapat? Ya ikan Lele! Bukan gurame! Kebayangkan, sudah modal alat, waktu, tenaga, tapi yang didapat tidak sesuai yang diharapkan.

Ya, begitulah analogi dalam mendapatkan konsumen. Memang betul anda sudah melakukan beeeer....bagai cara untuk menarik konsumen. Tapi tetap tidak ada yang beli, atau sekalinya ada yang beli selalu menawar dengan harga yang tidak sesuai. Yang menjadi pertanyaan adalah, APAKAH ANDA SUDAH MEMANCING DI KOLAM YANG TEPAT? Apakah anda sudah tau siapa segmen anda? Apakah anda sudah menemukan tempat2 dimana segmen anda berada? Apakah anda sudah berpromosi di tempat2 yang sesuai dengan segmen produk anda? Atau jangan2 anda selama ini memancing di kolam yang tidak tepat. Ya, anda ingin mendapatkan ikan gurame, tapi memancing di kolam lele!

Anda ingin mendapatkan konsumen kelas menengah atas yang bisa membeli produk anda, tapi anda berpromosi di media2 yang segmennya menengah bawah, yang tak mampu membeli produk anda. Atau contoh lain, anda ingin mempromosikan produk untuk kalangan ibu rumah tangga, namun anda berpromosi di media yang pembaca/pendengarnya adalah remaja. Kira2, apakah produk anda akan dilirik dan dibeli oleh segmen tsb? Tentu kecil kemungkinan produk terjual, karena memang segmen media tersebut tidak membutuhkan produk anda.

Sahabat pebisnis, intinya adalah bahwa anda wajib melakukan promosi pada tempat2 yang memang terdapat calon2 konsumen anda.  Mulai sekarang jika ingin melakukan promosi produk atau jasa, jangan lupa untuk berpikir, dahulu. Siapa yang menjadi konsumen anda? Dan dimana saya bisa menemukan mereka? Carilah kolam2 konsumen anda, dan pancinglah di sana, bukan di kolam yang lain. Dengan demikian strategi yang anda lakukan akan tepat sasaran. Pelajari dahulu media2 yang akan kita jadikan tempat berpromosi, carilah yang sesuai dengan target market anda.

So, sahabat lakukanlah perencanaan dalam menentukan strategi marketing, agar efisien dan efektif. Dengan demikian kita bisa mendapatkan hasil sesuai dengan yang diharapkan.
Tetap sehat dan tetaplah semangat berbisnis penuh keberkahan. Wallahu'alam

Reni. K. Ashuri
Sharia Financial and Business Coach

KAIDAH EMAS

Sahabat, pernahkan mendengar sebuah istilah 'Kaidah Emas' ?

Kaidah emas adalah suatu sikap yang mengharuskan kita untuk beradaptasi dengan kebudayaan (orang) lain, agar mereka menerima kita seperti yang kita inginkan. Kaidah emas menyuruh kita memperlakukan orang lain seperti kita ingin di perlakukan oleh mereka. Atau dengan kata lain "Berperilakulah sebagai mana engkau ingin diperlakukan."

Kaidah emas bisa digunakan sebagai teknik mirroring' atau bercermin diri, dalam menentukan suatu perbuatan. Mirroring dapat diartikan sebagai suatu penyelarasan. Dalam hal ini penyelarasan antara keinginan kita dengan keinginan orang lain.

Kaidah emas dijadikan pula sebagai sebuah tolok ukur. Yaitu tolok ukur agar kita dapat menentukan apakah sesuatu hal adalah hal yang baik atau buruk. Sehingga kita dapat melakukan atau menghindari suatu perbuatan2 tersebut, dalam kehidupan sehari-hari.

Misalnya contoh kasus menegur anak di depan umum. Apakah hal itu sebagai perbuatan baik atau buruk? Maka cobalah berpikir, jika kita ditegur ayah/ibu kita di depan teman2 kita, akan malu dan marahkah kita?

Jika hal tersebut membuat kita malu dan marah, dapat diartikan bahwa perbuatan menegur anak di depan umum adalah sesuatu yang negatif dan patut dihindari. Maka janganlah dilakukan. Carilah solusi yang membuat anak tetap nyaman saat ditegur. Misalnya, dengan memanggil mereka ke suatu tempat, yang jauh dari keramaian, sehingga ia dapat menerima dengan hati yang cukup nyaman.

Contoh kasus lain, seperti menuntut gaji diluar batas kemampuan perusahaan. Apakah itu sebuah perbuatan baik/wajar, atau buruk, sehingga mesti kita hindari? Marilah berpikir kembali. Jika kita menjadi seorang pemilik usaha (owner) UMKM, yang sudah mati2an mengupayakan agar usaha tetap berjalan. Dan karyawan yang hidupi terus menerus menuntut tanpa pernah melihat kondisi perusahaan. Bagaimana rasanya kita sebagai owner? Sedihkah? Bingungkah? Marahkah?

Jika kita seakan merasakan hal2 negatif tersebut, maka dapat diartikan bahwa menuntut tanpa perhitungan adalah suatu perbuatan negatif yang perlu kita hindari. Carilah solusi lain, yang dapat membuat nyaman semua pihak. Bisa jadi kita melakukan diskusi dengan owner untuk bersama2 meningkatkan penjualan, atau hal2 yang baik lainnya.

Kasus lain yang sering dilakukan adalah membandingkan seseorang dengan orang lain yang kita anggap lebih baik. Misalkan, kita membandingkan anak kita dengan anak teman kita yang lebih terlihat sukses. Maka coba kita berpikir jika itu terjadi pada kita, dibandingkan dengan orang lain oleh orangtua kita sendiri. Bagaimana rasanya?

Bisa jadi kita akan kecewa, sedih, marah, kesal, bahkan ada pula yang dendam, naudzubillah. Jadi, jelaslah membanding2kan seseorang dengan orang lain adalah perbuatan yang akan membawa dampak negatif. Sehingga tak semestinya kita dilakukan.

Yuk, mulai saat ini kita lebih berpikir saat ingin melakukan suatu perbuatan. Pikirkan dahulu apakah hal tersebut baik atau buruk. Dan dengan melakukan 'kaidah emas' diharapkan kita memiliki tolok ukur yang bijak dalam menentukannya.

So, sahabat, teruslah berbuat baik. Teruslah berpikir untuk menciptakan kebaikan. Dan gunakanlah 'kaidah emas' sebagai alat pencipta kebaikan-kebaikan selanjutnya, yang akan membawa kita mendapatkan ridho memasuki surgaNya, Insya Alloh.
Wallahu 'alam.

Reni. K. Ashuri
Sharia Financial and Business Coah

Wednesday, November 16, 2016

Bisnis Bukan Mie Instan

Sahabat, pernahkan kita mendengar keluh kesah dari rekan sesama pebisnis tentang bisnis yang baru digelutinya. Mulai dari keuntungan yang tak kunjung kelihatan. Dan segudang keluhan lainnya tentang usahanya. Mulai dari soal SDM, keuangan, pemasaran, dll. 

Atau jangan2 kita sendirilah sang pebisnis itu. Kitalah yang sering mengeluh tentang lambatnya bisnis kita berjalan. Bahkan tidak sedikit pebisnis baru yang putus asa dan kemudian banting setir ke bisnis lain. Atau bahkan menutup bisnisnya dan balik lagi menjadi karyawan.

Sahabat pebisnis, marilah mulai sekarang kita renungkan. Bahwa sejatinya bisnis adalah sebuah perjalanan. Dalam sebuah perjalanan diperlukan arah dan tujuan kemana kita akan pergi. Dibutuhkan perencanaan dan persiapan untuk bekal perjalanan. Dibutuhkan pengetahuan serta strategi untuk menghalau rintangan selama dalam perjalanan. Dan yang sangat penting untuk disadari pula adalah,  tidak akan sampai seseorang ke sebuah tujuan, tanpa ia melakukan aksi berjalan selangkah demi selangkah.

Tidak ada pencapaian tujuan/cita-cita tanpa action step. Dan action setiap action step harus direncanakan, maka buatlah action plan, agar langkah kita tetap istiqomah dalam jalur yang tepat.

Sahabat,  bisnis tidak semudah merebus mie instan. Yang dalam waktu lima menit sudah bisa kita nikmati hasilnya. Bisnis itu perlu perencanaan, dan perlu kesadaran serta kemauan yang kuat untuk merawatnya. Agar bisnis kita bertumbuh, dan kelak akan berbuah seperti yang kita inginkan.

So, tetaplah istiqomah dalam bisnis yang anda geluti. Singkirkan semua rintangan dengan ilmu dan keyakinan serta jangan lupa terus berdoa. Dalam setiap langkah niatkan untuk ibadah dan berbuat baik serta selalu berpikir positif. Insya Alloh keberkahan dan kesejahteraan dunia dan akhirat yang akan didapatkan, Aamiin allohumma aamiin...
Wallahu 'alam

Reni. K. Ashuri
Sharia Financial and Business Coach

HIDUP ZUHUD

Sahabat, pernahkan mendengar atau dipesankan bahwa sebagai seorang muslim kita harus hidup Zuhud?
Zuhud sering didengungkan dan diidentikkan dengan hidup sederhana. Zuhud sering diartikan pula sebagai perbuatan yang meninggalkan hal-hal yang bersifat keduniawian, dan mementingkan hal-hal yang menjadi amalan di akhirat.

Menurut Imam Ahmad, Zuhud menunjukkan 3 perkara:
1. Meninggalkan hal-hal yang di haramkan oleh Alloh SWT;
2. Tidak berlebih-lebihan (israf) dalam hal-hal yang halal;
3. Meninggalkan kesibukan selain mengingat Alloh SWT.

Namun sahabat, Zuhud bukanlah suatu alasan bagi seorang muslim untuk tidak bekerja keras. Jangan sampai Zuhud dijadikan alasan seorang muslim untuk malas bekerja. "Toh, hidup harus sederhana, jadi tidak usah bekerja keras", demikian komentar dari beberapa orang di masyarakat, yang kurang memahami arti Zuhud itu sebenarnya.

Sejatinya seorang muslim diwajibkan bekerja sungguh-sungguh. Khususnya dalam mencari nafkah untuk keluarga, dan untuk mencapai hidup yang sejahtera. Mendapatkan kehidupan yang nyaman dan berkecukupan adalah sesuatu yang tidak dilarang dalam Islam.

Seorang muslim justru dianjurkan untuk kaya harta. Karena tidak dipungkiri bahwa banyak ibadah yang menggunakan harta dalam melaksanakannya. Islam mewajibkan dan menyarankan untuk berbagi, melalui zakat dan sedekah. Islam lebih memuliakan 'tangan diatas' daripada 'tangan dibawah'. Demikian pula dengan ibadah haji dan umroh, yang memerlukan biaya tidak sedikit untuk melaksanakannya.

Mencari kekayaan dalam Islam, hendaknya dibarengi dengan keyakinan bahwa hal yang kita kerjakan merupakan ibadah. Sehingga kita selalu mematuhi rambu-rambu yang diberikan oleh Alloh SWT.

Hidup Zuhud adalah ketika seorang muslim yang sudah memiliki kekayaan, namun tetap memilih untuk hidup sederhana. Hal ini semata-mata dilakukan untuk tujuan ibadah dan mencari keridhoan Alloh SWT. Contohnya, dengan kekayaan yang dimiliki bisa saja ia membeli sekian banyak mobil mahal dan bergengsi. Namun karena berprinsip hidup Zuhud, maka cukuplah ia memiliki mobil yang tidak terlalu mewah. Atau, bisa saja ia membeli barang-barang mahal, namun dengan Zuhud cukuplah memiliki barang yang sesuai kebutuhan dan tidak berlebihan.

Ditengah masyarakat kita, tidak sedikit orang kaya yang memilih untuk hidup Zuhud. Kehidupannya terlihat sangat sederhana. Rumah dan mobilnya yang cukup, tidak berlebihan. Berpenampilan sederhana dan bersahaja. Walaupun jika mau, mungkin bisa saja membeli yang lebih mahal dan mewah.

Ya, hidup Zuhud adalah sebuah pilihan hidup. Yaitu ketika seseorang bisa hidup berlebihan, namun ia memilih untuk tetap sederhana. Namun sekali lagi, Zuhud bukanlah suatu bentuk alasan untuk malas dan tidak bersungguh-sungguh dalam bekerja.

So, sahabat, marilah kita selalu berkarya dan bekerja dengan sungguh-sungguh. Untuk mencapai kemakmuran serta kesejahteraan hidup di dunia. Dan setelah mendapatkannya, tetaplah dalam kesederhanaan. Jadikanlah kekayaan kita sebagai jalan untuk beribadah, mencari keridhoan Alloh SWT. Wallahu 'alam.

Reni. K. Ashuri
Financial and Business Coach

Impulsif Buying

IMPULSIF BUYING

Sering mendengar keluhan sebagian teman, bahwa selalu menyesal sesaat setelah berbelanja. Maklumlah, kita-kita ini, kaum perempuan, memang gak bisa deh mendengar kata diskon, bonus, dan kata2 sejenis yang merayu untuk mengeluarkan uang dari dompet.

Dengan penuh hormon adrenalin, umumnya kaum perempuan membeli "barang diskon" tersebut, tanpa berpikir terlebih dahulu. "Mumpung bagus, mumpung diskon, mumpung murah", begitu biasanya kita berpikir. Selesai bertransaksi, rasa puas setelah berbelanja tampak seperti dopping, yang meningkatkan stamina tubuh.

Namun, beberapa saat kemudian, setelah emosi tak lagi mendominasi, pikiran mulai mengusik untuk bertanya. Mengapa saya tadi membeli barang ini? Padahal saya gak butuh-butuh amat. Masih banyak barang seperti ini di lemari dan belum sempat dipakai. Mengapa tadi saya tidak berpikir lebih dulu sebelum membeli? Padahal budget bulan ini sudah mepet untuk bayar listrik. Cicilan mobil pun belum sempat saya bayar. Tapi uang sudah kadung habis.

Dan parahnya lagi, yang disalahkan adalah si barang. Karena sangat bagus, menarik dan terkesan murah, karena diskon. Sehingga membuat kita tak bisa menolak untuk membelinya. Hadeeh...mulai tak berpikir rasional deh, hehe.

Sahabat, pernahkah mengalami hal seperti ini? Perasaan menggebu untuk membeli sesuatu, tanpa bisa dibendung, namun menyesal setelah membelinya? Jika pernah mengalami hal ini, maka berhati-hatilah. Karena ini termasuk salah satu gangguan pada mental/jiwa, yang disebut impulsif.

Pribadi impulsif adalah perilaku manusia yang tiba-tiba berubah, tiba-tiba di luar rencana, atau sebuah sikap yang tidak didukung alasan yang kuat. Dan pada umumnya sikapnya tergolong irrasional. Ciri-ciri pribadi impulsif adalah kalau bicara atau berbuat seringkali tidak disertai alasan-alasan atau penalaran-penalaran.

Termasuk impulsif jika seseorang yang sudah mencatat keperluan belanja, namun ketika tiba di tempat tujuan, dia melihat barang yang baginya menarik, maka dibelilah barang itu di luar rencana semula. Lebih tepatnya hal ini disebut dengan IMPULSIF BUYING.

Impulsif buying yang sering dan membabi buta, tentu saja akan menimbulkan dampak negatif pada kehidupan seseorang. Dimana ia tidak dapat mengontrol dirinya sendiri saat berbelanja.

Hal ini umumnya disebabkan oleh lemahnya pendirian dan prinsip, serta labilnya emosi. Impulsif buying juga membuat seseorang menjadi pecandu. Ya, pecandu belanja (shopping addict).

Bila ini tidak segera diatasi, bisa jadi hidup seseorang menjadi penuh hutang, mencapai kebangkrutan dan bahkan depresi. Lalu bagaimana mengatasinya?

Ya, tentu saja seseorang harus memiliki NIAT KUAT untuk BERUBAH. Menanamkan sikap DISIPLIN, FOKUS pada RENCANA dan TUJUAN. Melakukan sesuatu dengan alasan-alasan yang kuat. Kenapa begini kenapa begitu, harus dipikirkan betul apa alasan-alasannya. Kenapa tidak harus begini dan tidak harus begitu, harus didukung penalaran yang rasional dan masuk akal. Artinya, tiap hal yang kita lakukan harus ada alasan dan tujuannya yang jelas. Dan ada manfaatnya.

Pertimbangan kebutuhan dan keinginan sebelum membeli, adalah sesuatu yang wajib dilakukan. Contohnya, makan adalah kebutuhan, namun makan-makan adalah keinginan. Saat ini marilah kita mulai berpikir, menimbang dan menalar dalam memutuskan untuk membeli. Mencatat apa yg dibutuhkan, dan fokus pada catatan tersebut. Jangan sampai kita tergiur oleh rayuan-rayuan iklan ataupun sales yang menghebohkan.

Sahabat, ingatlah bahwa harta adalah titipan Alloh SWT. Harta juga merupakan ujian dari Alloh SWT. Semoga kita amanah dalam menjaga apa yang dititipkan olehNya. Dan semoga kita mampu lulus dalam ujianNya di kehidupan dunia. Amiin. Wallahu'alam.

Reni. K. Ashuri
Financial and Business Coach