Facebook

Wednesday, November 16, 2016

Impulsif Buying

IMPULSIF BUYING

Sering mendengar keluhan sebagian teman, bahwa selalu menyesal sesaat setelah berbelanja. Maklumlah, kita-kita ini, kaum perempuan, memang gak bisa deh mendengar kata diskon, bonus, dan kata2 sejenis yang merayu untuk mengeluarkan uang dari dompet.

Dengan penuh hormon adrenalin, umumnya kaum perempuan membeli "barang diskon" tersebut, tanpa berpikir terlebih dahulu. "Mumpung bagus, mumpung diskon, mumpung murah", begitu biasanya kita berpikir. Selesai bertransaksi, rasa puas setelah berbelanja tampak seperti dopping, yang meningkatkan stamina tubuh.

Namun, beberapa saat kemudian, setelah emosi tak lagi mendominasi, pikiran mulai mengusik untuk bertanya. Mengapa saya tadi membeli barang ini? Padahal saya gak butuh-butuh amat. Masih banyak barang seperti ini di lemari dan belum sempat dipakai. Mengapa tadi saya tidak berpikir lebih dulu sebelum membeli? Padahal budget bulan ini sudah mepet untuk bayar listrik. Cicilan mobil pun belum sempat saya bayar. Tapi uang sudah kadung habis.

Dan parahnya lagi, yang disalahkan adalah si barang. Karena sangat bagus, menarik dan terkesan murah, karena diskon. Sehingga membuat kita tak bisa menolak untuk membelinya. Hadeeh...mulai tak berpikir rasional deh, hehe.

Sahabat, pernahkah mengalami hal seperti ini? Perasaan menggebu untuk membeli sesuatu, tanpa bisa dibendung, namun menyesal setelah membelinya? Jika pernah mengalami hal ini, maka berhati-hatilah. Karena ini termasuk salah satu gangguan pada mental/jiwa, yang disebut impulsif.

Pribadi impulsif adalah perilaku manusia yang tiba-tiba berubah, tiba-tiba di luar rencana, atau sebuah sikap yang tidak didukung alasan yang kuat. Dan pada umumnya sikapnya tergolong irrasional. Ciri-ciri pribadi impulsif adalah kalau bicara atau berbuat seringkali tidak disertai alasan-alasan atau penalaran-penalaran.

Termasuk impulsif jika seseorang yang sudah mencatat keperluan belanja, namun ketika tiba di tempat tujuan, dia melihat barang yang baginya menarik, maka dibelilah barang itu di luar rencana semula. Lebih tepatnya hal ini disebut dengan IMPULSIF BUYING.

Impulsif buying yang sering dan membabi buta, tentu saja akan menimbulkan dampak negatif pada kehidupan seseorang. Dimana ia tidak dapat mengontrol dirinya sendiri saat berbelanja.

Hal ini umumnya disebabkan oleh lemahnya pendirian dan prinsip, serta labilnya emosi. Impulsif buying juga membuat seseorang menjadi pecandu. Ya, pecandu belanja (shopping addict).

Bila ini tidak segera diatasi, bisa jadi hidup seseorang menjadi penuh hutang, mencapai kebangkrutan dan bahkan depresi. Lalu bagaimana mengatasinya?

Ya, tentu saja seseorang harus memiliki NIAT KUAT untuk BERUBAH. Menanamkan sikap DISIPLIN, FOKUS pada RENCANA dan TUJUAN. Melakukan sesuatu dengan alasan-alasan yang kuat. Kenapa begini kenapa begitu, harus dipikirkan betul apa alasan-alasannya. Kenapa tidak harus begini dan tidak harus begitu, harus didukung penalaran yang rasional dan masuk akal. Artinya, tiap hal yang kita lakukan harus ada alasan dan tujuannya yang jelas. Dan ada manfaatnya.

Pertimbangan kebutuhan dan keinginan sebelum membeli, adalah sesuatu yang wajib dilakukan. Contohnya, makan adalah kebutuhan, namun makan-makan adalah keinginan. Saat ini marilah kita mulai berpikir, menimbang dan menalar dalam memutuskan untuk membeli. Mencatat apa yg dibutuhkan, dan fokus pada catatan tersebut. Jangan sampai kita tergiur oleh rayuan-rayuan iklan ataupun sales yang menghebohkan.

Sahabat, ingatlah bahwa harta adalah titipan Alloh SWT. Harta juga merupakan ujian dari Alloh SWT. Semoga kita amanah dalam menjaga apa yang dititipkan olehNya. Dan semoga kita mampu lulus dalam ujianNya di kehidupan dunia. Amiin. Wallahu'alam.

Reni. K. Ashuri
Financial and Business Coach

0 Comments:

Post a Comment