Facebook

Monday, September 1, 2014

Hari gini ngomongin waris? Please deh


"Oalaah mbak, jangan ngomongin waris hari gini deh, pamali.. apalagi kalo kudu ngingetin soal waris ke orangtua, waduuh... bisa-bisa dikutuk jadi batu kayak Malin Kundang, dianggap anak durhaka, ungkit-ungkit harta warisan...."

Kata-kata diatas sering atau bahkan selalu kita dengar saat menyampaikan topik tentang perencanaan waris (didasarkan atas sharing pengalaman dari beberapa guru, ustad, teman, bahkan merupakan pengalaman pribadi sebagai financial planner).

Waris bagaikan dua sisi mata uang, satu sisi waris sangat menggembirakan bila kita akan menerima harta, namun di sisi lain akan menjadi sesuatu yang menyakitkan saat harta menjadi pemicu konflik bahkan memutuskan hubungan silaturrahim.

Tak jarang kakak, adik, paman, sepupu akan ribut "gontok-gontokkan" karena berebut harta waris, bahkan ada yang sampai menghilangkan jiwa demi menguasai harta waris. Kalau sudah seperti ini, maka harta waris tidak akan membawa maslahat bagi yang ditinggalkan dan bagi yang meninggal, sebaliknya justru akan menjadi pemicu dosa untuk yang berkonflik dan penambah beban di alam kubur bagi yg meninggal.

Waris adalah ilmu yang langsung datang dari Allah SWT, sehingga wajib hukumnya untuk ditaati oleh setiap umat muslim, dan otomatis akan berdosa jika kita tidak melaksanakannya.

Waris sejatinya sudah terhitung sejak adanya akad pernikahan. Begitu sudah menjadi suami dan istri, dan jika salah seorang diantaranya meninggal dunia, maka hukum waris sudah pasti wajib dilaksanakan.

Waris menjadi pelik karena tidak adanya kelaziman melakukan pencatatan administrasi yang rapi dalam keuangan rumah tangga. Pencatatan keuangan menjadi sangat penting karena menyangkut hak kepemilikan harta dan hutang, dimana hal ini akan berimbas pada perhitungan waris itu sendiri.

Dalam realita saat ini harta suami istri bercampur dan tidak ada akad kepemilikan yang pasti apakah ini milik istri atau milik suami, sehingga jika salah satu meninggal dunia, maka perhitungan harta warisnya menjadi tidak jelas.

Kebanyakan dalam kasus suami atau istri meninggal dunia, maka harta belum akan dibagi dengan alasan kemanusiaan (kasian istri/suami yg ditinggalkan kalau hartanya dibagi-bagi). Contoh, apabila seorang ayah meninggal dunia meninggalkan istri dan anak, maka kebanyakan tidak ada perhitungan waris karena menenggang istri (ibu si anak). Dalam kasus ini kebanyakan orang akan berfikir alangkah tabu dan keterlaluan jika waris sudah diperhitungkan sedangkan masih ada ibunya. Padahal hal ini tidak dibenarkan dalam agama, dimana waris wajib ditentukan/diperhitungkan saat seseorang meninggal dunia, apalagi saat si anak dalam kondisi kekurangan, maka alangkah dzolim sang ibu yang menahan harta waris sang anak.

Seseorang bisa dalam kondisi dzolim karena menahan atau memakan harta waris yang bukan miliknya, baik secara sengaja ataupun tidak sengaja. Hal ini jelas berdosa besar karena melanggar perintah Allah SWT dan RasulNya yang mewajibkan untuk menyegerakan perhitungan waris saat seseorang meninggal dunia dan memberikan harta waris tersebut sesuai dengan bagian yang telah ditentukan.

Nah, sebenarnya hal-hal diatas tidak perlu terjadi jika tiap-tiap muslim mengerti, memahami dan melaksanakan hukum-hukum waris Islam sesuai perintah Allah SWT dan RasulNya.

Disini perencanaan waris menjadi hal yang wajib dilakukan oleh setiap rumah tangga. Mulailah membuka paradigma bahwa waris bukan sesuatu yang tabu untuk dibicarakan, karena cepat atau lambat semua orang pasti mengalami kematian, dan alangkah baiknya ketika kita meninggal dunia tidak meninggalkan sesuatu hal yang akan memicu konflik dalam keluarga kita.

Mulailah mengatur keuangan/ merapikan catatan inventaris kepemilikan harta dan utang, karena harta dan utang merupakan bagian pokok dalam perhitungan waris, dimana perhitungan dan pelaksanaan waris  akan mempengaruhi kehidupan bagi yg meninggal dunia (di alam kubur dan akherat) dan bagi keluarga yg ditinggalkan.

Mempelajari ilmu waris bukan untuk ngitung-ngitung warisan orangtua kita (meskipun bisa) namun lebih untuk mempersiapkan dan merencanakan waris kita kepada anak keturunan kita nantinya.


Alangkah indahnya jika saat kematian tidak ada sesuatu yang akan membebani di alam kubur, anak dan keluarga menjadi lebih sejahtera dengan harta peninggalan, dan yang paling utama adalah silaturahim  keluarga yang ditinggalkan akan tetap terjaga dengan baik.

Wallahu'alam,
Follow twitter @ReniKeristiana

0 Comments:

Post a Comment